ArtikelArtikelMeneladani Jenderal Hoegeng, Sosok Polisi Sederhana yang Penuh Integritas

Meneladani Jenderal Hoegeng, Sosok Polisi Sederhana yang Penuh Integritas

jenderal hoegeng

Lahir pada tanggal 14 Oktober 1921 silam di Pekalongan, Jenderal Drs. Hoegeng Imam Santoso dikenal sebagai polisi yang paling bersih dan transparan di Indonesia. Bahkan karena kejujuran dan kebaikan hatinya yang luar biasa, mantan presiden Abdurrahman Wahid pun pernah berkata, hanya ada tiga polisi Indonesia yang tidak akan bisa disuap, yaitu patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng Imam Santoso.

Jenderal Polisi Hoegeng

Sumber Gambar: Wikipedia

Jenderal Hoegeng diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara ketika Indonesia memasuki masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru. Selama Polri berada di bawah kepemimpinannya, Hoegeng terus berusaha untuk membangun citra polisi yang sederhana dan transaparan dengan menunjukkan sikapnya yang lurus dan penuh integritas. Salah satu kebiasaan menarik yang terekam semasa hidup Hoegeng adalah, beliau sering turun ke lapangan secara langsung untuk meninjau kinerja para polisi dan melihat situasi masyarakat yang sebenarnya. Bagi Hoegeng, hal tersebut merupakan tugas penting seorang Kepala Kepolisian Negara dalam menjaga komitmen Polri untuk melayani dan memenuhi kepetingan rakyat.

Hingga kini, Jenderal Hoegeng dikenal sebagai polisi terbersih yang tidak pernah menerima suap. Bahkan, beliau juga diketahui tidak segan-segan untuk melawan aparat yang ikut campur atau menghalangi, tatkala ia dibantu oleh rekannya, Widodo Buddiarmo, berusaha membongkar skandal korupsi di kepolisian yang dilakukan oleh Letnan Jenderal Polisi Siswadji.

Bukti lain yang menunjukkan kesederhanaan Hoegeng adalah, ia pernah menolak usulan mantan presiden Soeharto untuk diangkat menjadi Duta Besar Swedia. Hal ini dikarenakan kecintaannya yang teramat-sangat terhadap negara Indonesia, sehingga beliau bersikukuh ingin mengabdikan dirinya pada tanah air. Namun menurut desas-desus yang pernah terdengar pada saat itu, usulan tersebut sebenarnya hanyalah cara Suharto untuk menyingkirkan Hoegeng dari kepolisian Indonesia.

Sangat disayangkan, karena memiliki hubungan yang kurang baik dengan Suharto, akhirnya Hoegeng dicopot dari jabatannya secara paksa dan pensiun dini di usia beliau yang masih terbilang produktif, yaitu 49 tahun. Bahkan setelah masa pensiunnya tersebut, Hoegeng tetap hidup sederhana dengan keluarganya. Ia juga diketahui hanya mendapatkan dana pensiun sekitar Rp 10.000 saja setiap bulannya.

Pada tanggal 14 Juli 2004, Jenderal Hoegeng meninggal dunia di usianya yang ke-83 tahun, dan sesuai wasiatnya, beliau ingin dimakamkan di taman pemakaman biasa di daerah Bogor, bukannya di Taman Makam Pahlawan Kalibata di Jakarta.

Semasa dirinya menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara, Jenderal Hoegeng terus memegang teguh prinsip hidupnya untuk menjadi seorang polisi yang jujur, tegas, dan anti suap. Meski mendapatkan banyak perlakuan pahit dari orang-orang yang membencinya, namun bagi rakyat Indonesia beliau adalah sosok pahlawan berhati mulia yang sikap dan dan integritasnya layak diteladani oleh polisi-polisi lainnya.